Jakarta, 4 April 2025 – Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang memberlakukan tarif impor baru terhadap sejumlah produk Indonesia, telah menyulut kekhawatiran di kalangan pelaku ekonomi nasional. Langkah proteksionis ini berpotensi mengganggu neraca ekspor Indonesia, mengingat AS merupakan pasar penting bagi produk-produk unggulan seperti elektronik, tekstil, alas kaki, dan minyak sawit mentah (CPO). Menanggapi situasi ini, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno, mendesak pemerintah untuk segera memperkuat diplomasi perdagangan (trade diplomacy) sebagai langkah strategis menghadapi ancaman tersebut.
"Kita tidak bisa berdiam diri. Kebijakan tarif impor AS ini menuntut respon yang cepat dan terukur. Diplomasi perdagangan yang agresif dan proaktif menjadi kunci untuk bernegosiasi dengan pemerintah AS dan melobi penurunan tarif," tegas Eddy dalam keterangan persnya, Jumat (4/4/2025). Ia menekankan pentingnya mencegah dampak negatif yang lebih luas terhadap industri dalam negeri. "Kegagalan sejumlah pabrik tekstil seperti Sritex, produsen sepatu olahraga, dan perusahaan elektronik menjadi pelajaran berharga. Kita tidak boleh membiarkan sejarah kelam ini terulang. Dialog perdagangan yang intensif dan dilakukan sejak dini menjadi krusial untuk mendapatkan pengecualian tarif atas produk-produk ekspor andalan kita," imbuhnya.
Soeparno mengingatkan bahwa kebergantungan pada satu pasar ekspor utama, seperti AS, menyimpan risiko yang signifikan. Oleh karena itu, diversifikasi pasar menjadi strategi yang mutlak diperlukan untuk menjaga stabilitas neraca perdagangan Indonesia. "Ke depan, kita tidak boleh lagi bergantung pada satu negara tujuan ekspor. Perlu diversifikasi pasar secara agresif. Keanggotaan Indonesia sebagai anggota tetap BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) harus dimanfaatkan secara optimal untuk memperluas akses pasar ke negara-negara ekonomi berkembang (emerging economy) di blok tersebut," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa momentum pertumbuhan ekspor Indonesia tidak boleh terhenti akibat kebijakan proteksionisme negara lain. "Kita harus terus menumbuhkan kegiatan ekspor, baik ke negara-negara BRICS maupun negara-negara Timur Tengah. Ini penting untuk menjaga stabilitas neraca ekspor dan meminimalisir dampak negatif dari kebijakan proteksionisme negara tertentu," jelas Eddy.
Lebih jauh, Wakil Ketua Umum DPP PAN ini melihat kebijakan proteksionisme AS sebagai momentum untuk meningkatkan daya saing produk-produk nasional. "Ini menjadi tamparan bagi kita untuk berbenah. Industri dalam negeri harus lebih inovatif dan efisien. Pemerintah harus memberikan insentif yang tepat sasaran bagi industri strategis agar kita mampu bersaing di pasar global, terlepas dari kebijakan negara lain," tegasnya.
Soeparno, yang memiliki latar belakang sebagai Direktur Investment Banking Merrill Lynch Asia Pacific, menekankan pentingnya investasi dan ekspor sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. "Akselerasi industrialisasi produk unggulan ekspor harus menjadi prioritas. Hambatan-hambatan struktural yang menghambat investasi dan ekspor harus segera dibenahi. Indonesia harus bertransformasi menjadi basis produksi yang kuat untuk ekspor," tandasnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah perlu merumuskan strategi yang komprehensif dan terintegrasi untuk menghadapi tantangan ini. Hal ini meliputi:
-
Penguatan Diplomasi Perdagangan: Indonesia perlu meningkatkan intensitas negosiasi bilateral dan multilateral dengan AS dan negara-negara lain untuk mengurangi hambatan perdagangan dan mendapatkan akses pasar yang lebih baik. Tim negosiator yang handal dan berpengalaman sangat dibutuhkan.
-
Diversifikasi Pasar Ekspor: Pemerintah harus aktif mempromosikan produk Indonesia ke pasar-pasar baru, khususnya di negara-negara berkembang yang memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Strategi pemasaran yang inovatif dan tertarget menjadi kunci keberhasilan.
-
Peningkatan Daya Saing Produk Nasional: Pemerintah perlu memberikan dukungan yang lebih besar kepada industri dalam negeri untuk meningkatkan kualitas, inovasi, dan efisiensi produksi. Insentif fiskal dan non-fiskal yang tepat sasaran perlu diberikan untuk mendorong peningkatan daya saing.
-
Pengembangan Infrastruktur: Pengembangan infrastruktur yang memadai, termasuk infrastruktur logistik dan transportasi, sangat penting untuk mendukung peningkatan ekspor. Investasi di bidang infrastruktur harus diprioritaskan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.
-
Penguatan Sumber Daya Manusia: Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di sektor industri menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi persaingan global. Program pelatihan dan pengembangan keterampilan yang terarah perlu digalakkan.
Kesimpulannya, kebijakan tarif impor AS merupakan tantangan serius bagi Indonesia. Namun, tantangan ini juga dapat menjadi momentum untuk melakukan transformasi ekonomi yang lebih mendalam dan berkelanjutan. Dengan strategi yang tepat dan komprehensif, termasuk penguatan diplomasi perdagangan, diversifikasi pasar, dan peningkatan daya saing produk nasional, Indonesia dapat mengatasi dampak negatif kebijakan proteksionisme AS dan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil. Keberhasilannya bergantung pada kesigapan dan keseriusan pemerintah dalam mengambil langkah-langkah konkret dan terukur.