JAKARTA – Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang signifikan, mencapai Rp 306 triliun atau sekitar US$ 20 miliar, menimbulkan gelombang reaksi di berbagai sektor, termasuk industri pariwisata. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025, yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 22 Januari 2025, telah memaksa berbagai pihak untuk beradaptasi dan mencari strategi baru. Bagi PT Hotel Indonesia Natour (InJourney Hospitality), kebijakan ini dipandang sebagai tantangan sekaligus peluang untuk mendorong pertumbuhan sektor pariwisata domestik.
Direktur Utama InJourney Hospitality, Christine Hutabarat, dalam konferensi pers di Kantor InJourney, Sarinah, Jakarta, Rabu (26/3/2025), mengungkapkan optimismenya terhadap dampak kebijakan efisiensi pemerintah. Ia melihat pengurangan pengeluaran negara sebagai momentum untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari wisata luar negeri ke destinasi wisata dalam negeri. "Kita punya destinasi yang luar biasa indah, Labuan Bajo, Mandalika, Borobudur, Yogyakarta, Bali, dan masih banyak lagi," ujar Christine. "Jadi, kita melihat ini sebagai dorongan bagi masyarakat untuk berlibur di dalam negeri," tambahnya.
Christine menekankan pentingnya meningkatkan daya beli wisatawan domestik. Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan domestik, diharapkan perputaran ekonomi di daerah-daerah tujuan wisata akan ikut terdongkrak. "Kita tahu bahwa kita memiliki banyak sekali produk-produk dalam negeri yang luar biasa, tidak kalah untuk bersaing di pasar global," tegasnya. "Harapannya, kita bisa meningkatkan pendapatan dari industri perhotelan melalui peningkatan kunjungan dan belanja wisatawan domestik."
Strategi InJourney Hospitality dalam menghadapi situasi ini berfokus pada peningkatan kolaborasi dan inovasi. Perusahaan telah menjalin kerja sama dengan berbagai stakeholder, termasuk agen perjalanan, untuk menciptakan paket wisata yang menarik dan kompetitif. "Intinya adalah bagaimana kita menciptakan trafik sebanyak-banyaknya yang masuk ke Indonesia, dan meningkatkan jumlah pengeluaran mereka," jelas Christine. "Bukan hanya sekedar menginap, tetapi juga meningkatkan spending wisatawan."
Kolaborasi ini dianggap krusial untuk menarik minat wisatawan domestik dan internasional. Paket wisata yang ditawarkan diharapkan mampu bersaing dengan daya tarik wisata luar negeri, terutama di tengah kondisi ekonomi yang menuntut penghematan. InJourney berupaya menawarkan nilai tambah yang tidak hanya menarik dari segi harga, tetapi juga dari segi pengalaman dan kualitas layanan.
Sementara itu, Marketing Group Head InJourney, Retna Murti Asmoro, menganggap kebijakan penghematan pemerintah sebagai peluang untuk mengurangi ketergantungan pada BUMN dan kementerian lain. "Karena jujur, kalau zaman dulu, mungkin kita lebih banyak berpuas diri, karena akan selalu ada pesanan dari kementerian untuk menginap di InJourney," ungkap Retna. "Sekarang ini kita tidak bisa tinggal diam, justru harus lebih giat lagi InJourney dan InJourney Hospitality untuk bisa merambah industri-industri swasta."
Retna menekankan pentingnya ekspansi pasar dan peningkatan kolaborasi dengan perusahaan swasta. InJourney tidak lagi bisa hanya bergantung pada instansi pemerintah sebagai sumber pendapatan utama. Perusahaan harus lebih agresif dalam mengembangkan jaringan kerjasama dan mencari pasar-pasar baru, baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini menuntut inovasi dan adaptasi yang cepat terhadap perubahan dinamika pasar.
Kebijakan efisiensi pemerintah yang berdampak pada pengurangan anggaran di berbagai sektor membawa konsekuensi yang harus dihadapi oleh industri pariwisata. Namun, bagi InJourney Hospitality, tantangan ini juga menjadi momentum untuk memperkuat daya saing dan mengembangkan strategi bisnis yang lebih berkelanjutan. Fokus pada pasar domestik dan peningkatan kolaborasi dengan berbagai pihak diharapkan mampu mengatasi dampak negatif dari kebijakan efisiensi dan bahkan menciptakan peluang pertumbuhan baru.
Penghematan anggaran pemerintah sebesar Rp 306 triliun merupakan langkah strategis untuk merelokasi dana negara ke program-program yang dianggap lebih prioritas. Meskipun berdampak pada berbagai sektor, termasuk pariwisata, kebijakan ini juga mendorong inovasi dan efisiensi di dalam industri itu sendiri. InJourney Hospitality menunjukkan komitmennya untuk beradaptasi dan memanfaatkan situasi ini sebagai momentum untuk pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan berbasis pada kekuatan potensi wisata domestik. Keberhasilan strategi ini akan menjadi tolok ukur kemampuan industri pariwisata Indonesia dalam menghadapi tantangan ekonomi dan menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan. Langkah InJourney untuk meningkatkan kolaborasi dan inovasi menjadi contoh bagaimana perusahaan dapat beradaptasi dan berkembang di tengah perubahan yang signifikan.