Jakarta, 26 Maret 2025 – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan angin segar bagi wajib pajak orang pribadi. Melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025, DJP resmi menghapus sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 dan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2024. Relaksasi ini berlaku hingga 11 April 2025, memberikan tenggat waktu tambahan bagi para wajib pajak yang terdampak libur panjang nasional.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, dalam keterangan tertulisnya menjelaskan kebijakan ini sebagai bentuk keringanan bagi wajib pajak yang terkendala oleh libur nasional dan cuti bersama dalam rangka Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri 1446 H. Libur panjang yang berlangsung dari tanggal 28 Maret hingga 7 April 2025, secara signifikan mengurangi hari kerja efektif di bulan Maret dan berpotensi menyebabkan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan.
"Kepdirjen Pajak ini memberikan relaksasi dengan menghapus sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29 dan penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2024," tegas Dwi Astuti. Dengan kebijakan ini, wajib pajak orang pribadi yang melakukan pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan setelah batas waktu resmi 31 Maret 2025, namun sebelum 11 April 2025, terbebas dari sanksi berupa Surat Tagihan Pajak (STP).
Keputusan penghapusan sanksi ini didasarkan pada pertimbangan keadilan dan kepastian hukum bagi wajib pajak. DJP menyadari bahwa periode libur panjang berpotensi menimbulkan kendala operasional bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya tepat waktu. Oleh karena itu, langkah ini dianggap sebagai solusi yang tepat untuk mencegah potensi penumpukan kasus keterlambatan dan memberikan ruang bagi wajib pajak untuk menyelesaikan kewajiban perpajakannya tanpa beban tambahan sanksi administratif.
Lebih lanjut, Dwi Astuti menekankan bahwa kebijakan ini hanya berlaku khusus untuk SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2024. Wajib pajak dengan jenis kewajiban perpajakan lain tetap diwajibkan untuk memenuhi kewajiban pelaporan dan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. DJP tidak memberikan toleransi keterlambatan bagi jenis wajib pajak lain di luar lingkup Kepdirjen Pajak Nomor 79/PJ/2025.
Penjelasan lebih rinci mengenai mekanisme penghapusan sanksi ini akan disampaikan melalui berbagai kanal resmi DJP, termasuk website resmi, media sosial, dan layanan informasi lainnya. Wajib pajak diimbau untuk memantau informasi terbaru dari DJP dan menghubungi layanan informasi resmi jika membutuhkan klarifikasi lebih lanjut.
PPh Pasal 29: Memahami Mekanisme Kekurangan Pembayaran Pajak
Sebagai informasi tambahan, PPh Pasal 29 merupakan mekanisme perhitungan pajak yang berkaitan dengan kekurangan pembayaran pajak. PPh Pasal 29 muncul ketika pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak melebihi kredit pajak yang telah dibayarkan sebelumnya. Kredit pajak sendiri merupakan pajak yang telah dibayar di muka, misalnya melalui pemotongan pajak di sumber penghasilan (PPh Pasal 21, PPh Pasal 4 ayat (2), dan lain-lain).
Dalam praktiknya, jumlah kekurangan pembayaran pajak (PPh Pasal 29) akan tercantum secara jelas dalam SPT Tahunan. Wajib pajak diwajibkan untuk melunasi kekurangan pembayaran tersebut sebelum atau bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan. Keterlambatan pelunasan PPh Pasal 29 akan dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, dengan adanya Kepdirjen Pajak Nomor 79/PJ/2025, wajib pajak orang pribadi mendapatkan pengecualian atas sanksi administratif tersebut untuk keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2024 yang terjadi antara tanggal 31 Maret 2025 hingga 11 April 2025. Ini merupakan bentuk apresiasi dan dukungan pemerintah terhadap wajib pajak dalam menghadapi kendala yang ditimbulkan oleh libur panjang nasional.
Implikasi Kebijakan dan Harapan Ke Depan
Kebijakan penghapusan sanksi administratif ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kepatuhan perpajakan di Indonesia. Dengan mengurangi beban administratif dan memberikan ruang kelonggaran bagi wajib pajak, diharapkan akan meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Langkah ini juga menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberikan pelayanan perpajakan yang lebih baik dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Namun, DJP juga menekankan pentingnya kesadaran wajib pajak untuk tetap memenuhi kewajiban perpajakannya tepat waktu. Meskipun diberikan relaksasi dalam hal sanksi, tetap penting untuk memahami dan mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku. Penghapusan sanksi ini bukan berarti memberikan izin untuk menunda-nunda kewajiban perpajakan, melainkan sebagai bentuk keringanan khusus yang diberikan dalam situasi tertentu.
Ke depan, DJP diharapkan dapat terus meningkatkan kualitas pelayanan dan komunikasi dengan wajib pajak. Transparansi informasi dan kemudahan akses layanan perpajakan sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan di Indonesia. Dengan demikian, upaya-upaya peningkatan kesadaran perpajakan dan penyederhanaan prosedur perpajakan perlu terus dilakukan untuk menciptakan iklim perpajakan yang lebih kondusif dan berkeadilan. Kebijakan-kebijakan yang responsif terhadap dinamika sosial dan ekonomi, seperti yang dilakukan dalam penghapusan sanksi ini, menjadi langkah penting dalam mencapai tujuan tersebut.