Hilangnya 39 Situ di Jabodetabek: Ancaman Bencana dan Pertanda Kerusakan Lingkungan

Jakarta, 21 Maret 2025 – Krisis lingkungan di wilayah Jabodetabek kembali mencuat ke permukaan, kali ini dengan ancaman serius berupa hilangnya puluhan situ atau danau. Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo, mengungkapkan fakta mengejutkan: sebanyak 39 situ di kawasan Bekasi, Bogor, dan Banten terancam punah, sebagian di antaranya telah berubah fungsi menjadi kawasan perumahan dan lahan terbangun lainnya. Kondisi ini, menurut Menteri Dody, menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya banjir bandang yang melanda Jabodetabek beberapa waktu lalu.

Pernyataan Menteri Dody disampaikan dalam konferensi pers di Kementerian PU, Jakarta Selatan, Jumat (21/3/2025). Ia menjelaskan bahwa temuan awal mengenai hilangnya situ-situ tersebut didapatkan dari analisis komparatif citra Google Maps. Perbandingan citra satelit beberapa tahun terakhir dengan kondisi terkini menunjukkan hilangnya sejumlah badan air secara signifikan. "Sebagian berubah menjadi perumahan, sebagian lagi untuk fungsi lain, dan ada juga yang mengalami sedimentasi berat sehingga tidak seluruhnya terbangun menjadi perumahan," jelas Menteri Dody.

Kondisi ini, lanjut Menteri Dody, masih dalam pembahasan intensif bersama Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, dan pemerintah daerah (Pemda) terkait di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Sementara itu, Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menambahkan informasi penting yang memperparah situasi. Dalam rapat bersama Gubernur Banten, Andra Soni, dan Menteri PU, terungkap data baru yang menunjukkan tujuh situ tambahan yang terancam hilang. Dengan demikian, jumlah total situ yang terancam punah meningkat menjadi 39. "Teridentifikasi di kawasan Tangerang Raya dan Banten, berdasarkan pemantauan sementara, ada setidaknya 39 situ yang sudah hampir ‘punah’," tegas Nusron.

Data tersebut diperoleh dari pendataan ulang sempadan sungai, batang sungai, dan situ di Tangerang Raya dan Banten. Hasil pendataan menunjukkan bahwa di sejumlah lokasi, telah terbit sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di atas lahan yang seharusnya menjadi kawasan resapan air tersebut.

Hilangnya 39 Situ di Jabodetabek: Ancaman Bencana dan Pertanda Kerusakan Lingkungan

Nusron menjelaskan, alih fungsi lahan situ tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari reklamasi ilegal hingga pendudukan oleh masyarakat. Selain itu, terdapat pula temuan situ yang mengalami pengurangan luas secara signifikan. "Ini secara tidak langsung menjadi pemicu dan dampak terjadinya banjir di kawasan Banten, terutama di Tangerang Raya, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kawasan strategis nasional Jabodetabek," ujarnya.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait dampak lingkungan dan ancaman bencana di masa mendatang. Hilangnya situ-situ tersebut berdampak pada berkurangnya daya tampung air, peningkatan risiko banjir, dan kerusakan ekosistem. Kehilangan fungsi resapan air juga akan memperparah kekeringan di musim kemarau.

Menanggapi kondisi ini, pemerintah akan mengambil beberapa langkah strategis. Langkah pertama adalah melakukan sertifikasi lahan sempadan sungai, batang sungai, dan sempadan situ yang masih kosong dan belum memiliki kepemilikan. Hal ini bertujuan untuk mencegah alih fungsi lahan lebih lanjut dan melindungi kawasan resapan air yang tersisa.

Sedangkan untuk area yang sudah terbangun di atas sempadan sungai dan situ, Nusron menyatakan akan dilakukan pendekatan kemanusiaan untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan. Pemerintah akan berupaya mencari jalan tengah antara penegakan hukum dan perlindungan hak-hak masyarakat yang telah mendiami kawasan tersebut. Proses ini tentu akan membutuhkan waktu dan koordinasi yang intensif antara berbagai pihak terkait.

Permasalahan hilangnya situ-situ di Jabodetabek ini menyoroti pentingnya pengelolaan tata ruang yang terintegrasi dan berkelanjutan. Kegagalan dalam menjaga kelestarian lingkungan dan penegakan aturan tata ruang telah mengakibatkan kerugian ekologis dan ekonomi yang signifikan. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk lebih serius dalam melindungi lingkungan dan mencegah bencana di masa depan.

Ke depan, diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap perizinan pembangunan di sekitar kawasan resapan air, serta sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Kerjasama yang erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam mengatasi masalah ini dan mencegah terulangnya tragedi serupa. Perlu pula diteliti lebih lanjut penyebab utama hilangnya situ-situ tersebut, termasuk peran aktor-aktor yang terlibat dalam alih fungsi lahan, guna memberikan efek jera dan mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa mendatang. Penanganan yang komprehensif dan terpadu menjadi kunci untuk menyelamatkan sisa situ yang ada dan mencegah bencana lingkungan yang lebih besar di masa depan. Permasalahan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *