Jakarta, 14 Maret 2025 – Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Februari 2025 mencapai angka Rp 31,2 triliun. Meskipun angka tersebut menunjukkan defisit, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, meyakinkan publik bahwa kondisi tersebut masih berada dalam batas aman dan sesuai dengan proyeksi yang telah ditetapkan dalam kebijakan fiskal tahun 2025.
Pernyataan tersebut disampaikan Airlangga kepada awak media usai menghadiri acara Buka Bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Jakarta International Convention Center (JICC), Jumat (14/3/2025). Ia menekankan bahwa periode dua bulan pertama tahun anggaran bukanlah indikator yang cukup untuk menilai kinerja APBN secara keseluruhan.
"Dari segi defisit, masih dalam range yang ditentukan di APBN," tegas Airlangga. Ia menjelaskan bahwa tren penerimaan negara, khususnya dari sektor pajak, biasanya mengalami peningkatan signifikan pada bulan Maret, seiring dengan tenggat waktu pelaporan pajak tahunan. Hal ini, menurutnya, akan secara otomatis memperbaiki kinerja APBN secara keseluruhan.
"Ini kan baru dua bulan. Jadi, kita sudah melihat bahwa Maret diharapkan bisa lebih tinggi lagi. Memang secara natural biasanya Maret lebih tinggi karena itu menutup laporan perpajakan," terang Airlangga. Optimisme pemerintah, lanjut dia, didasari pada proyeksi penerimaan dan pengeluaran negara yang diyakini akan sesuai dengan rencana yang telah disusun untuk tahun 2025.
Lebih lanjut, Airlangga memaparkan strategi pemerintah dalam mengatasi defisit APBN. Selain mengandalkan lonjakan penerimaan pajak pada bulan Maret, pemerintah juga akan mengoptimalkan pendapatan dari berbagai sektor lain untuk menutup defisit. Beberapa sektor yang menjadi andalan pemerintah antara lain sektor mineral dan batu bara, serta sektor cukai.
"Tentu dari penerimaan, dari mineral batu bara, dari cukai, dari berbagai sektor lain," paparnya. Pemerintah, kata Airlangga, tengah berupaya maksimal untuk menggenjot penerimaan negara dari berbagai sumber guna memastikan APBN tetap terjaga stabilitasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyampaikan laporan kinerja APBN hingga Februari 2025 yang menunjukkan defisit sebesar Rp 31,2 triliun. Laporan tersebut juga mencatat adanya penurunan setoran pajak sebesar 30,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Setoran pajak hingga Februari 2025 tercatat mencapai Rp 187,8 triliun, jauh di bawah angka Rp 269,02 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan setoran pajak ini menjadi sorotan tersendiri, mengingat pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang signifikan. Namun, Airlangga tampak tidak terlalu khawatir dengan penurunan tersebut, menganggapnya sebagai hal yang wajar mengingat masih di awal tahun anggaran dan memperkirakan peningkatan signifikan pada bulan Maret.
Analisis lebih dalam diperlukan untuk memahami penyebab penurunan setoran pajak tersebut. Apakah penurunan ini disebabkan oleh faktor musiman, perlambatan ekonomi, atau adanya kebijakan fiskal yang perlu dievaluasi? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab untuk memastikan langkah-langkah pemerintah dalam mengelola APBN tetap efektif dan efisien.
Pernyataan Airlangga tentang optimisme pemerintah terhadap kinerja APBN ke depan perlu dikaji lebih lanjut. Meskipun proyeksi penerimaan dari sektor mineral dan batu bara, serta cukai, diharapkan dapat menutup defisit, risiko-risiko yang mungkin terjadi perlu dipertimbangkan. Fluktuasi harga komoditas, misalnya, dapat mempengaruhi penerimaan negara dari sektor mineral dan batu bara. Demikian pula, perubahan kebijakan terkait cukai dapat berdampak pada penerimaan dari sektor tersebut.
Pemerintah perlu transparan dan akuntabel dalam menjelaskan strategi pencapaian target penerimaan negara. Masyarakat berhak mengetahui detail rencana pemerintah dalam mengelola APBN, termasuk langkah-langkah konkrit yang akan diambil untuk mengatasi potensi risiko dan memastikan stabilitas ekonomi nasional. Kejelasan informasi ini penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola keuangan negara.
Selain itu, penting untuk diingat bahwa defisit APBN yang terjadi hingga Februari 2025 bukanlah angka yang berdiri sendiri. Angka ini harus dilihat dalam konteks kondisi ekonomi makro secara keseluruhan, termasuk pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan tingkat investasi. Analisis yang komprehensif diperlukan untuk memahami implikasi defisit APBN terhadap perekonomian nasional dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang.
Kesimpulannya, pernyataan pemerintah mengenai defisit APBN Rp 31,2 triliun dan optimisme mereka terhadap perbaikan kinerja APBN di bulan-bulan mendatang perlu dipantau secara ketat. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan APBN menjadi kunci penting untuk membangun kepercayaan publik dan memastikan keberlanjutan pembangunan ekonomi nasional. Perlu kajian lebih mendalam untuk mengkaji dampak penurunan setoran pajak dan strategi pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara dari berbagai sektor. Publik menantikan langkah-langkah konkrit yang akan diambil pemerintah untuk mengatasi defisit dan menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.