Jakarta, 15 Maret 2025 – Pemerintah Indonesia bersiap membuka kembali keran pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI), kini disebut Pekerja Migran Indonesia (PMI), ke Arab Saudi setelah moratorium yang telah berlangsung selama beberapa waktu. Keputusan ini diambil menyusul restu Presiden Prabowo Subianto yang disampaikan langsung kepada Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, Jumat (14/3/2025) lalu.
Kunjungan Karding ke Istana Kepresidenan membuahkan hasil positif. Presiden Prabowo, menurut keterangan Karding, memberikan dukungan penuh terhadap rencana tersebut, melihat potensi besar yang ditawarkan kerjasama ini bagi perekonomian Indonesia dan peluang kerja bagi para PMI. Namun, Presiden menekankan pentingnya pembekalan dan pelatihan yang memadai bagi para calon PMI sebelum keberangkatan.
"Bapak Presiden sangat mendukung pencabutan moratorium ini," ujar Karding kepada awak media seusai pertemuan. "Beliau meminta kami untuk menyiapkan skema pelatihan yang komprehensif dan terstruktur, serta memastikan proses penempatan kerja berjalan lancar dan terjamin."
Potensi ekonomi yang ditawarkan kerjasama ini sangat signifikan. Karding memperkirakan, pengiriman 600.000 PMI ke Arab Saudi berpotensi menyumbang devisa hingga Rp 31 triliun bagi negara. Angka ini merupakan proyeksi dari remitansi yang akan dikirimkan para PMI ke tanah air. Besarnya potensi devisa ini menjadi salah satu pertimbangan utama Presiden Prabowo dalam memberikan persetujuannya.
"Pesan utama Bapak Presiden adalah agar moratorium segera dicabut," tegas Karding. "Peluangnya sangat besar, dan devisa yang akan masuk sangat signifikan, mencapai Rp 31 triliun dari remitansi para pekerja migran."
Langkah-langkah persiapan pun telah dilakukan oleh pemerintah. Karding mengungkapkan telah melakukan komunikasi intensif dengan Kementerian Sumber Daya Manusia dan Sosial Arab Saudi – setara dengan Kementerian Tenaga Kerja di Indonesia – untuk membahas rencana pembukaan kembali pengiriman tenaga kerja. Diskusi tersebut difokuskan pada penyusunan kerangka kerja sama yang saling menguntungkan dan melindungi hak-hak para PMI.
Target penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kerja sama penempatan PMI di Arab Saudi ditargetkan rampung pada bulan Maret 2025. Dengan tercapainya kesepakatan ini, diharapkan pemberangkatan gelombang pertama PMI dapat dimulai pada bulan Juni 2025.
"Jika MoU dapat ditandatangani pada bulan Maret, maka kami menargetkan pemberangkatan gelombang pertama PMI paling lambat Juni 2025," jelas Karding.
Arab Saudi menawarkan total 600.000 lapangan kerja bagi PMI Indonesia. Sebanyak 400.000 posisi diperuntukkan bagi pekerja rumah tangga, sementara sisanya tersebar di berbagai sektor formal. Hal ini menunjukkan komitmen Arab Saudi untuk menyerap tenaga kerja dari Indonesia dalam berbagai bidang.
Pemerintah memastikan perlindungan dan kesejahteraan para PMI menjadi prioritas utama dalam kerjasama ini. Arab Saudi menjamin perbaikan manajemen dan perlindungan tenaga kerja migran, termasuk penetapan gaji minimum. PMI yang akan bekerja di Arab Saudi akan menerima gaji minimum sebesar 1.500 Riyal Saudi atau sekitar Rp 6,45 juta (dengan kurs Rp 4.300).
Selain gaji minimum, perlindungan juga mencakup asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan asuransi ketenagakerjaan. Integrasi data antara kedua negara juga akan dilakukan untuk meningkatkan transparansi dan pengawasan. Langkah ini diharapkan dapat meminimalisir potensi eksploitasi dan memastikan hak-hak PMI terlindungi.
Sebagai bentuk insentif tambahan, beberapa perusahaan penyedia kerja di Arab Saudi bahkan menawarkan bonus berupa perjalanan umrah gratis bagi PMI yang menyelesaikan kontrak kerja selama dua tahun. Hal ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi para calon PMI.
"Yang menarik, setiap PMI yang menyelesaikan kontrak dua tahun akan mendapatkan bonus berupa perjalanan umrah gratis," tambah Karding.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal peningkatan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja. Namun, keberhasilan program ini juga bergantung pada kesiapan pemerintah dalam memberikan pelatihan dan pembekalan yang memadai kepada para PMI, serta pengawasan yang ketat untuk memastikan perlindungan hak-hak mereka selama bekerja di Arab Saudi. Pemerintah perlu memastikan bahwa program ini tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, tetapi juga pada aspek perlindungan dan kesejahteraan para PMI. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan program ini juga menjadi kunci keberhasilannya. Keberhasilan program ini akan menjadi tolok ukur bagi kerjasama serupa dengan negara-negara lain di masa mendatang. Pemerintah perlu memastikan bahwa program ini berjalan sesuai dengan standar internasional dan memperhatikan hak asasi manusia para pekerja migran.