Kebijakan tarif proteksionis yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memicu guncangan di pasar global. Langkah kontroversial tersebut, yang ditandai dengan peningkatan tarif impor baja dan aluminium, bukan hanya menimbulkan ketidakpastian yang meluas di kalangan pelaku bisnis internasional, tetapi juga memicu kekhawatiran akan resesi ekonomi global. Keputusan Trump untuk menggandakan tarif impor baja dan aluminium dari Kanada menjadi 50%, seperti yang diumumkan Selasa lalu, menjadi puncak dari serangkaian kebijakan yang dinilai mengancam stabilitas ekonomi dunia.
Keputusan tersebut disambut dengan gelombang aksi jual di pasar saham global. Dalam dua hari terakhir, nilai pasar S&P 500 terkikis hampir US$ 5 triliun, mencerminkan tingkat kepanikan yang signifikan di kalangan investor. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan perdagangan AS yang berubah-ubah telah membuat pasar keuangan bergejolak, dan mengancam pertumbuhan ekonomi global yang sudah rapuh.
Patrick Kaser, manajer portofolio di Brandywine Global, dalam wawancara dengan Reuters pada Rabu (12/3/2025), menyatakan bahwa "Pasar yang sedang melaju kencang telah diganggu oleh Gedung Putih." Ia menambahkan, "Volatilitas sebagian disebabkan oleh ketidakpastian pasar mengenai tujuan pemerintah, mengapa kita justru mengincar Kanada?" Pertanyaan Kaser ini merepresentasikan sentimen umum di kalangan pelaku pasar global yang mempertanyakan logika dan konsistensi kebijakan ekonomi Trump. Kanada, sebagai mitra dagang utama AS, seharusnya menjadi bagian dari solusi, bukan sumber masalah.
Meskipun dampak negatif kebijakan tarif Trump sudah terasa nyata, sebagian besar CEO perusahaan besar masih enggan mengkritik secara terbuka. Mereka lebih memilih untuk menekankan dampak ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut terhadap bisnis mereka. Keengganan ini mungkin didorong oleh pertimbangan politik dan ekonomi, mengingat pengaruh besar pemerintahan Trump terhadap dunia usaha. Namun, keheningan ini tidak berarti absennya kekhawatiran. Justru sebaliknya, keheningan tersebut semakin memperkuat persepsi akan dampak negatif kebijakan tersebut.
Di sisi lain, penasihat ekonomi Trump cenderung meremehkan kekhawatiran pasar, dengan menekankan pentingnya melindungi industri manufaktur dalam negeri AS. Sikap ini mencerminkan pendekatan proteksionis yang dianut pemerintahan Trump, yang mengutamakan kepentingan domestik di atas kerja sama ekonomi internasional. Byron Callan, direktur pelaksana di Capital Alpha Partners, menyatakan, "Mungkin ada keinginan untuk sekadar menerobos dan mencoba membuktikan bahwa pasar salah. Namun, itu dapat menimbulkan banyak risiko." Pernyataan ini menyoroti potensi kerugian jangka panjang yang ditimbulkan oleh kebijakan yang didorong oleh ego dan bukannya pertimbangan ekonomi yang rasional.
Dampak nyata dari kebijakan tarif Trump sudah mulai terlihat di berbagai sektor. Ed Bastian, CEO Delta Air Lines, dalam pernyataan setelah penutupan pasar pada Senin, memperingatkan bahwa kekhawatiran ekonomi di kalangan konsumen dan bisnis telah menyebabkan penurunan jumlah perjalanan domestik. Ia juga mencatat pelemahan di beberapa sektor kunci ekonomi AS, termasuk otomotif, teknologi, media, serta kedirgantaraan dan pertahanan. Ini menunjukkan bahwa dampak negatif kebijakan tarif Trump bukan hanya terbatas pada sektor tertentu, tetapi telah menyebar ke seluruh perekonomian AS dan berpotensi menimbulkan efek domino di tingkat global.
Kenaikan harga barang impor akibat tarif menjadi salah satu dampak langsung yang paling terasa. Hal ini mendorong inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Konsumen harus menanggung beban kenaikan harga, sementara perusahaan menghadapi peningkatan biaya produksi. Situasi ini menciptakan lingkaran setan yang dapat memperparah kondisi ekonomi.
Lebih jauh lagi, kebijakan tarif Trump telah merusak kepercayaan investor terhadap ekonomi AS dan pasar global. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan yang berubah-ubah membuat investor enggan untuk berinvestasi, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga dapat menyebabkan penurunan investasi asing langsung (FDI), yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Kesimpulannya, kebijakan tarif proteksionis Trump telah menimbulkan guncangan yang signifikan di pasar global. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut telah menyebabkan volatilitas pasar yang tinggi, penurunan investasi, dan peningkatan inflasi. Dampak negatifnya sudah mulai terasa di berbagai sektor ekonomi, dan potensi resesi global semakin nyata. Meskipun pemerintahan Trump berupaya untuk membenarkan kebijakannya dengan alasan melindungi industri dalam negeri, risiko yang ditimbulkan oleh pendekatan proteksionis ini jauh lebih besar daripada manfaat yang dijanjikan. Dunia internasional menunggu dengan cemas untuk melihat bagaimana dampak kebijakan ini akan berkembang dan apa langkah yang akan diambil untuk meminimalkan kerusakan yang telah terjadi. Kepemimpinan global yang bijaksana dan komitmen terhadap kerja sama ekonomi internasional sangat dibutuhkan untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan oleh kebijakan proteksionis ini.