Polemik Beras Impor Berkutu: Temuan Titiek Soeharto dan Respon Kementerian Pertanian

Jakarta, 11 Maret 2025 – Polemik terkait kualitas beras impor kembali mencuat ke permukaan. Anggota Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto atau yang lebih dikenal sebagai Titiek Soeharto, mengungkapkan temuan mengejutkan selama kunjungan kerja ke gudang Perum Bulog di Yogyakarta. Dalam rapat kerja dengan Kementerian Pertanian (Kementan) Selasa kemarin, Titiek Soeharto menyatakan telah menemukan sejumlah besar beras impor yang telah terserang kutu di gudang Bulog tersebut.

"Pada kunjungan kerja kami ke Yogyakarta beberapa waktu lalu, tim menemukan beras impor sisa impor yang disimpan di gudang Bulog dalam kondisi memprihatinkan, banyak yang telah berkutu," ungkap Titiek Soeharto dengan nada tegas. Ia menekankan bahwa kondisi beras tersebut sudah tidak layak konsumsi dan mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan. "Beras ini sudah tidak layak dikonsumsi masyarakat. Kami meminta Kementan untuk segera mengambil langkah agar beras impor yang berkutu ini dapat dimanfaatkan dengan tepat, bukan untuk dikonsumsi manusia," tegasnya.

Pernyataan Titiek Soeharto ini langsung mendapat tanggapan dari Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman. Dalam rapat kerja yang sama, Amran Sulaiman menyampaikan data yang diperoleh dari laporan Perum Bulog. Laporan tersebut mengindikasikan adanya 100.000 hingga 300.000 ton beras impor yang mengalami kerusakan, termasuk terserang kutu, di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut, menurut Amran, merupakan sebagian kecil dari total 2 juta ton beras impor yang dimiliki Bulog.

"Berdasarkan laporan Bulog, terdapat 100.000 hingga 300.000 ton beras impor yang kondisinya kurang baik di seluruh Indonesia. Data ini sudah masuk dalam catatan kami, termasuk yang ditemukan di Yogyakarta. Kami akan segera menindaklanjuti masalah ini dan meminta percepatan penanganan di Yogyakarta," jelas Amran Sulaiman. Ia menyampaikan permohonan maaf atas temuan tersebut kepada Titiek Soeharto dan menjanjikan penanganan yang cepat dan terukur.

Namun, pernyataan Amran Sulaiman mengenai jumlah beras berkutu menunjukkan adanya disparitas informasi. Saat diwawancarai seusai rapat, Amran Sulaiman menyatakan bahwa angka 100.000 hingga 300.000 ton tersebut masih bersifat sementara dan belum final. Ia berharap jumlah sebenarnya jauh lebih sedikit. "Itu data sementara, belum pasti. Mudah-mudahan jumlahnya sedikit. Kita akan segera menghentikan distribusi beras yang tidak layak konsumsi," ujarnya.

Polemik Beras Impor Berkutu: Temuan Titiek Soeharto dan Respon Kementerian Pertanian

Amran Sulaiman hanya memastikan jumlah beras berkutu di gudang Bulog Yogyakarta yang mencapai 10 ton. "Yang pasti di Yogyakarta sekitar 10 ton, itu data yang sudah pasti," tegasnya. Mentan memberikan jaminan bahwa beras impor yang berkutu tersebut tidak akan didistribusikan kepada masyarakat, baik melalui penjualan komersial maupun program bantuan pangan beras seperti Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) atau bantuan sosial (bansos).

"Beras ini tidak akan didistribusikan ke masyarakat. Kami akan membahas langkah selanjutnya, tetapi dipastikan tidak akan digunakan untuk SPHP atau bansos," tegas Amran Sulaiman.

Perbedaan angka yang signifikan antara data yang disampaikan oleh Mentan dan temuan di lapangan yang disampaikan oleh Titiek Soeharto menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan beras impor. Perbedaan tersebut juga menyoroti pentingnya peningkatan pengawasan dan pengendalian kualitas beras impor sejak proses pengadaan hingga penyimpanan. Temuan ini juga menguatkan perlunya mekanisme yang lebih efektif dalam menangani beras impor yang tidak layak konsumsi, sehingga tidak menimbulkan kerugian negara dan mencegah potensi dampak negatif bagi kesehatan masyarakat.

Ke depan, perlu dilakukan audit menyeluruh terhadap seluruh stok beras impor di gudang Bulog di seluruh Indonesia untuk memastikan keakuratan data dan mencegah berulangnya kejadian serupa. Transparansi data dan mekanisme pelaporan yang lebih baik sangat krusial untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan stok pangan nasional. Selain itu, perlu diperkuat regulasi dan pengawasan untuk memastikan kualitas beras impor yang masuk ke Indonesia sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Kasus ini juga mengungkap tantangan dalam menjaga kualitas dan keamanan pangan di Indonesia. Perlu kerja sama yang lebih erat antara pemerintah, Perum Bulog, dan stakeholder terkait untuk menciptakan sistem pengelolaan stok pangan yang lebih efisien, transparan, dan bertanggung jawab. Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya prioritas pada peningkatan produksi beras dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan menjamin ketahanan pangan nasional. Kejadian ini juga menunjukkan perlunya perbaikan sistem pengawasan dan penanganan beras impor agar tidak terjadi kembali di masa yang akan datang. Hal ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan menjamin ketersediaan pangan yang aman dan berkualitas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *