Fenomena "Makan Tabungan": Lebaran 2025 di Bayang-Bayang Lesunya Konsumsi Masyarakat

Jakarta, 8 Maret 2025 – Suasana Ramadan tahun ini terasa berbeda. Pertumbuhan belanja masyarakat menjelang Lebaran menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, jauh dari kegembiraan belanja tahun-tahun sebelumnya. Data yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan penurunan signifikan dalam daya beli, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Fenomena ini, menurut para pengamat, mencerminkan kondisi ekonomi rumah tangga yang semakin tertekan. Penurunan belanja menjelang Ramadan kali ini bahkan disebut sebagai yang terparah sejak Maret 2020, di awal pandemi Covid-19. Saat ini, hampir 40% belanja masyarakat terfokus pada pemenuhan kebutuhan pokok semata.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Tauhid Ahmad, pengamat senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengungkapkan bahwa lesunya sektor ritel, khususnya di luar sektor pangan, semakin terasa. Meskipun data bulan ke bulan (mtm) Maret 2025 menunjukkan pertumbuhan positif, namun angka tersebut dinilai masih terlalu rendah dan tidak signifikan jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun ke tahun (yoy).

"Pertumbuhannya positif, tetapi tidak signifikan. Angka pertumbuhannya tidak melonjak. Secara year on year (yoy), memang ada pelambatan. Namun, secara month to month (mtm) ada sedikit perbaikan. Mungkin masyarakat mulai mempersiapkan kebutuhan Lebaran, tetapi dengan jumlah dan harga yang lebih terjangkau," jelas Tauhid dalam wawancara telepon dengan detikcom.

Menurut Tauhid, faktor utama penyebab penurunan daya beli ini adalah menipisnya tabungan masyarakat. Ia bahkan menggunakan istilah "makan tabungan" atau "mantab" untuk menggambarkan situasi tersebut. Data indeks simpanan, yang sedang diteliti lebih lanjut oleh Tauhid, menunjukkan tren penurunan yang signifikan. Kondisi ini memaksa masyarakat untuk mengandalkan tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk persiapan Lebaran.

"Karena sebagian besar, jika kita melihat data indeks simpanan – saya masih meneliti datanya – menunjukkan penurunan tabungan masyarakat. Jadi, mereka benar-benar ‘mantab’," tegas Tauhid.

Fenomena "Makan Tabungan": Lebaran 2025 di Bayang-Bayang Lesunya Konsumsi Masyarakat

Konsekuensi langsung dari menipisnya tabungan adalah penurunan konsumsi. Tauhid menjelaskan hubungan erat antara tabungan, konsumsi, dan investasi. "Kalau tabungan naik, konsumsi stabil, dan investasi juga ikut naik. Tapi kalau tabungan turun, biasanya berdampak pada konsumsi. Jadi, situasinya seperti itu," tambahnya.

Lebih lanjut, Tauhid juga menyoroti kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mengelola Tunjangan Hari Raya (THR). THR, menurutnya, jarang dialokasikan untuk menabung atau berinvestasi. Kebiasaan menabung masyarakat Indonesia biasanya terjadi di sekitar bulan Juni-Juli, untuk persiapan kebutuhan sekolah anak. THR lebih sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan Lebaran.

"Jika ada yang THR-nya kurang, atau banyak yang tidak mendapatkan THR, atau THR-nya di bawah standar upah, banyak yang kemudian mengambil tabungan yang sudah disiapkan jauh-jauh hari," tambahnya.

Perbandingan dengan tahun lalu semakin memperkuat gambaran lesunya konsumsi tahun ini. Tauhid mengamati bahwa momentum Ramadan tahun ini jauh kurang meriah dibandingkan tahun lalu, yang dibarengi dengan pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu).

"Jika dibandingkan tahun lalu, pertumbuhannya tidak begitu signifikan. Tahun lalu ada momentum Pemilu, banyak bantuan sosial (bansos), sehingga konsumsi masyarakat relatif baik," katanya.

Ketiadaan euforia Pemilu dan pesta politik lainnya tahun ini berdampak pada berkurangnya stimulus terhadap sektor konsumsi. "Waktu itu masih ada Pilkada, jadi ada uang yang beredar di masyarakat, lebih banyak. Sehingga konsumsinya mendorong pertumbuhan. Saya kira ini yang membuat pertumbuhan tahun ini relatif lambat. Tapi secara intinya, pertumbuhan ini akan terbelah. Januari, Februari, Maret itu kan di kuartal pertama," jelasnya.

Tauhid memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal pertama akan relatif rendah. Namun, ia memperkirakan peningkatan konsumsi akan terjadi di bulan April, menjelang Lebaran, sehingga pertumbuhan ekonomi kuartal kedua akan lebih tinggi. "Biasanya pertumbuhannya di kuartal pertama tidak begitu tinggi. Tapi nanti di April, karena Lebaran ada spending di April lebih banyak, untuk Lebarannya itu biasanya lebih naik di kuartal kedua. Kalau kuartal pertama, trennya agak sedikit turun," tutup Tauhid.

Kesimpulannya, Ramadan dan Lebaran 2025 dibayangi oleh fenomena "makan tabungan" yang menunjukkan penurunan daya beli masyarakat. Kondisi ini menjadi tantangan serius bagi pemerintah dan pelaku ekonomi untuk merumuskan strategi yang tepat guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya menjelang dan pasca Lebaran. Analisis lebih lanjut mengenai data indeks simpanan dan pola konsumsi masyarakat sangat diperlukan untuk memahami secara komprehensif akar permasalahan dan merumuskan solusi yang efektif dan berkelanjutan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *