Jakarta, 8 Maret 2025 – Ramadan, yang biasanya menjadi puncak musim belanja bagi masyarakat Indonesia, tahun ini menunjukkan tren yang berbeda. Data Mandiri Spending Index (MSI) mencatat pelemahan signifikan nilai belanja masyarakat dalam sepekan menjelang bulan suci, mencapai angka 236,2. Penurunan ini merupakan anomali, berbeda dengan tren positif yang teramati pada tahun-tahun sebelumnya. Terakhir kali MSI mengalami penurunan menjelang Ramadan adalah pada Maret 2020, bertepatan dengan awal pandemi COVID-19 di Indonesia.
Data MSI lebih lanjut mengungkap koreksi tajam pada sektor leisure, khususnya belanja untuk olahraga, hobi, dan hiburan. Sebaliknya, sektor restoran mencatatkan peningkatan signifikan dengan kontribusi 20,2% terhadap total belanja, diikuti oleh belanja supermarket yang mencapai 15,9%. Fenomena ini menunjukkan pergeseran prioritas belanja masyarakat yang kini lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan primer.
Tauhid Ahmad, peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengungkapkan bahwa tren belanja Ramadan tahun ini memang didominasi oleh kebutuhan pokok. "Situasi ekonomi saat ini menyebabkan beberapa kebutuhan pokok mengalami kenaikan harga, namun tetap harus dipenuhi masyarakat. Contohnya beras, cabai, hortikultura, dan minyak goreng. Tren ini bahkan terjadi di luar kenaikan harga yang terjadi sebelumnya. Februari lalu, misalnya, kita sempat mengalami deflasi," jelas Tauhid dalam wawancara dengan detikcom.
Tauhid menekankan bahwa belanja masyarakat saat ini kembali berfokus pada kebutuhan pokok. Prioritas kedua, khususnya menjelang Lebaran, adalah sandang atau pakaian untuk hari raya. "Namun, jumlah dan kualitas pakaian yang dibeli mungkin tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya. Masyarakat cenderung memilih barang dengan harga terjangkau," tambahnya.
Prioritas ketiga masyarakat menjelang Lebaran adalah mudik atau perjalanan wisata, yang telah menjadi tradisi budaya di Indonesia. "Dalam sektor perjalanan ini, termasuk juga wisata dan kegiatan rekreasi lainnya. Terakhir, ada pengeluaran untuk kegiatan sosial, seperti zakat, infak, dan sedekah. Tren ini memang berulang setiap tahun, namun besarannya berbeda-beda," ujar Tauhid.
Ia menambahkan, "Melihat situasi ekonomi saat ini yang agak melambat, kebutuhan utama, terutama makanan, tetap menjadi prioritas utama dan akan selalu mendominasi. Data konsumsi Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan hal tersebut, apalagi selama Ramadan kebutuhan sehari-hari meningkat signifikan. Bahkan, kebiasaan jajan sore yang biasanya dilakukan, kini masih tetap tinggi."
Pelemahan daya beli masyarakat menjelang Ramadan ini mengindikasikan dampak dari berbagai faktor ekonomi makro. Kenaikan harga bahan pokok, inflasi yang masih tinggi meskipun sempat mengalami deflasi di bulan Februari, dan ketidakpastian ekonomi global, kemungkinan besar telah mempengaruhi keputusan belanja konsumen. Mereka cenderung lebih berhati-hati dan memprioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan pokok, sementara pengeluaran untuk barang dan jasa non-esensial ditunda atau dikurangi.
Data MSI yang menunjukkan penurunan nilai belanja menjelang Ramadan merupakan sinyal penting bagi pemerintah dan pelaku bisnis. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas harga bahan pokok, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga. Pelaku bisnis juga perlu menyesuaikan strategi pemasaran dan produk mereka dengan kondisi ekonomi saat ini, dengan fokus pada produk-produk yang dibutuhkan masyarakat dan menawarkan harga yang kompetitif.
Tren penurunan konsumsi ini juga menunjukkan perubahan perilaku konsumen yang lebih rasional dan hemat. Masyarakat semakin sadar akan pentingnya pengelolaan keuangan yang bijak, terutama di tengah kondisi ekonomi yang menantang. Hal ini menjadi indikator penting bagi pelaku bisnis untuk memahami kebutuhan konsumen yang semakin selektif dan berorientasi pada nilai.
Kesimpulannya, pelemahan daya beli masyarakat menjelang Ramadan 2025 merupakan fenomena yang perlu mendapat perhatian serius. Pergeseran prioritas belanja ke kebutuhan pokok dan pengurangan pengeluaran untuk sektor leisure mencerminkan kondisi ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih. Pemerintah dan pelaku usaha perlu bekerja sama untuk menciptakan iklim ekonomi yang kondusif, sehingga masyarakat dapat kembali menikmati Ramadan dengan lebih tenang dan nyaman, tanpa harus mengorbankan kebutuhan pokok demi memenuhi keinginan. Pemantauan yang ketat terhadap tren belanja dan daya beli masyarakat menjadi kunci penting dalam merumuskan kebijakan dan strategi yang tepat untuk menghadapi tantangan ekonomi ke depan.