Temanggung, Jawa Tengah – Bulan Ramadan kembali menjadi berkah bagi para pedagang musiman kolang-kaling di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Meningkatnya permintaan minuman penyegar khas bulan suci ini telah mendorong penjualan kolang-kaling melonjak drastis, menciptakan suasana ramai dan menguntungkan bagi para pelaku usaha di sektor ini. Laporan lapangan menunjukkan lonjakan permintaan yang signifikan, sekaligus memberikan gambaran dinamika ekonomi lokal yang terpicu oleh tradisi dan kebiasaan masyarakat selama Ramadan.
Berdasarkan penelusuran tim liputan di Desa Kalisari, Kecamatan Bejen, Temanggung, Selasa (4/3/2025), aktivitas pengolahan kolang-kaling tampak begitu semarak. Para pekerja terlihat sibuk mengupas dan membersihkan buah kolang-kaling (Arenga pinnata) yang telah direbus, menunjukkan tingkat kesibukan yang jauh lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan biasa. Suasana ini mencerminkan peningkatan signifikan dalam permintaan yang langsung berdampak pada tingkat produksi dan aktivitas ekonomi di desa tersebut.
Salah satu pengolah kolang-kaling di desa tersebut mengungkapkan bahwa pesanan kolang-kaling selama Ramadan meningkat tajam hingga empat kali lipat dibandingkan bulan-bulan non-Ramadan. "Biasanya kami hanya memproses sekitar 1 kuintal kolang-kaling per hari," ujarnya. "Namun, selama Ramadan ini, pesanan melonjak hingga 4 kuintal per hari. Ini membuat kami harus bekerja lebih keras dan menambah tenaga kerja untuk memenuhi permintaan."
Lonjakan permintaan tersebut tak hanya berdampak pada volume penjualan, tetapi juga pada harga jual kolang-kaling. Harga kolang-kaling yang biasanya dibanderol Rp10.000 per kilogram, kini naik menjadi Rp12.000 per kilogram. Kenaikan harga ini, meski terbilang moderat, tetap memberikan keuntungan tambahan bagi para petani dan pengolah kolang-kaling di Temanggung. Hal ini menunjukkan efisiensi pasar yang merespon peningkatan permintaan dengan penyesuaian harga yang wajar.
Fenomena ini menunjukkan peran penting tradisi dan kebiasaan masyarakat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Kolang-kaling, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari minuman penyegar Ramadan, telah menjadi komoditas yang menghasilkan nilai ekonomi signifikan bagi masyarakat Temanggung. Keberhasilan para petani dan pengolah kolang-kaling dalam memanfaatkan momentum Ramadan ini menunjukkan potensi yang besar dari sektor pertanian dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
Lebih jauh, fenomena ini juga menunjukkan ketahanan ekonomi lokal yang mampu beradaptasi dengan perubahan permintaan pasar. Para petani dan pengolah kolang-kaling telah mampu memanfaatkan kesempatan yang ada untuk meningkatkan pendapatan mereka. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dan daya adaptasi yang tinggi dari para pelaku usaha di sektor ini.
Namun, di balik kesuksesan ini, terdapat tantangan yang perlu diperhatikan. Meningkatnya permintaan dapat menimbulkan tekanan terhadap ketersediaan bahan baku. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas produksi kolang-kaling agar dapat memenuhi permintaan pasar secara berkelanjutan. Pengembangan teknologi pengolahan dan pengemasan juga perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing produk kolang-kaling dari Temanggung.
Pemerintah daerah juga memiliki peran penting dalam mendukung para petani dan pengolah kolang-kaling. Bantuan teknologi, akses permodalan, dan pelatihan usaha dapat membantu mereka meningkatkan produktivitas dan daya saing. Promosi dan pemasaran produk kolang-kaling juga perlu dilakukan untuk memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan pendapatan para pelaku usaha.
Secara keseluruhan, laris manisnya kolang-kaling selama Ramadan di Temanggung merupakan gambaran kecil dari potensi besar yang terkandung dalam sektor pertanian dan UMKM di Indonesia. Dengan dukungan yang tepat, sektor ini dapat berkembang lebih pesat dan memberikan kontribusi yang lebih signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Keberhasilan para pedagang kolang-kaling di Temanggung ini seharusnya menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk mengembangkan potensi lokal mereka dan memanfaatkan momentum tertentu, seperti Ramadan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pemanfaatan potensi lokal dengan bijak dan berkelanjutan akan menciptakan ketahanan ekonomi yang lebih kuat dan sejahtera bagi masyarakat.