Jakarta, 28 Februari 2025 – Kenaikan harga beras di Jepang hingga angka yang mengkhawatirkan telah menyulut alarm bagi Indonesia, mendorong pemerintah untuk memperkuat strategi ketahanan pangan nasional. Harga beras di Negeri Sakura melonjak hingga 90% dalam lima tahun terakhir, mencapai angka fantastis 3.892 yen per kilogram atau setara Rp 86.156 (kurs saat berita ditulis). Fenomena ini menjadi indikator kuat potensi krisis pangan global yang perlu diantisipasi secara serius.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian (Kementan), Moch. Arief Cahyono, dalam keterangan resminya, menyatakan bahwa Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman telah lama memprediksi dan mengantisipasi potensi krisis pangan global. Oleh karena itu, berbagai langkah strategis telah dan terus dijalankan untuk meningkatkan kapasitas produksi beras nasional, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian.
"Sejak awal, pemerintah telah mengambil langkah-langkah konkret untuk menghadapi tantangan ini," tegas Arief. Ia merinci sejumlah upaya yang telah dilakukan, antara lain penyediaan pompa air untuk membantu petani menghadapi dampak El Niño pada tahun lalu, penyederhanaan alur distribusi pupuk bersubsidi agar lebih efisien dan tepat sasaran, serta pemberian bantuan berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) modern dan benih unggul kepada para petani. Langkah-langkah ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pertanian di Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sinyal positif. Produksi beras nasional pada periode Januari-Maret 2025 diperkirakan mencapai 8,67 juta ton, meningkat signifikan sebesar 52,32 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024 yang hanya mencapai 5,69 juta ton. Peningkatan produksi ini menjadi bukti nyata efektivitas strategi yang diterapkan pemerintah.
Namun, peningkatan produksi saja tidak cukup. Pemerintah juga berkomitmen menjaga keseimbangan harga beras agar tetap terjangkau bagi konsumen tanpa mengorbankan kesejahteraan petani. Hal ini diwujudkan melalui penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah sebesar Rp 6.500 per kilogram dan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sebesar Rp 12.500 per kilogram.
"Kebijakan ini dirancang untuk memastikan petani mendapatkan keuntungan yang layak atas jerih payah mereka, sementara masyarakat tetap dapat mengakses beras dengan harga yang stabil dan terjangkau," jelas Arief. Ia menekankan pentingnya keseimbangan ini dalam menjaga stabilitas sosial ekonomi.
Arief Cahyono menjelaskan bahwa lonjakan harga beras di Jepang didorong oleh dua faktor utama: pelemahan nilai tukar yen dan dampak cuaca ekstrem yang melanda Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini, menurutnya, semakin memperkuat kekhawatiran akan potensi krisis beras global, mengingat banyak negara lain juga menghadapi tantangan serupa dalam produksi pangan.
Meskipun menghadapi ancaman global ini, Arief menegaskan komitmen pemerintah Indonesia untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras. Saat ini, cadangan beras pemerintah (CBP) tercatat mencapai 2 juta ton, dan diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan panen raya yang sedang berlangsung di berbagai daerah di Indonesia.
"Pemerintah akan terus memantau dan memastikan ketersediaan beras nasional tetap aman, terutama di tengah berbagai tantangan global seperti perubahan iklim yang semakin ekstrem," ujar Arief. Ia menekankan pentingnya peningkatan produksi dalam negeri sebagai pilar utama ketahanan pangan nasional.
Sebagai respons terhadap lonjakan harga beras, pemerintah Jepang tengah mengevaluasi strategi ketahanan pangannya, termasuk mendorong pertanian berbasis komunitas untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam produksi pangan. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan negara maju pun menghadapi tantangan serius dalam menjaga ketahanan pangannya.
Di Indonesia, transformasi menuju pertanian modern terus didorong untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan memastikan ketahanan pangan jangka panjang. Modernisasi pertanian ini mencakup penggunaan teknologi pertanian yang lebih maju, peningkatan kualitas benih, dan pengembangan sistem irigasi yang lebih efisien.
"Keberhasilan upaya ini membutuhkan dukungan penuh dari seluruh elemen masyarakat," pungkas Arief. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, petani, dan seluruh lapisan masyarakat dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia di tengah ancaman krisis pangan global. Kesuksesan dalam menghadapi tantangan ini akan menentukan keberlangsungan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pemerintah, melalui berbagai kebijakan dan program, berkomitmen untuk terus berupaya mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Partisipasi aktif seluruh pihak menjadi kunci keberhasilan upaya ini.